RealEstat.id (Jakarta) – Diabetes bukan sekadar kondisi dengan kadar gula darah tinggi. Lebih jauh, penyakit ini menjadi akar berbagai gangguan kesehatan serius pada organ vital.
Julukan “mother of diseases” pun muncul karena diabetes dapat memicu komplikasi seperti stroke, kebutaan, penyakit jantung, gagal ginjal, hingga luka kronis yang berakhir pada amputasi.
Dalam momentum Hari Diabetes Sedunia, Primaya Hospital kembali mengingatkan pentingnya edukasi, pemeriksaan dini, dan perubahan gaya hidup sebagai upaya menekan lonjakan kasus diabetes di tanah air.
Baca Juga: Segudang Manfaat Mikroalga: Mulai dari Kesehatan hingga Bikin Lingkungan Lebih Hijau
Ancaman Diabetes Terus Meningkat
Secara global, diprediksi 1 dari 8 orang dewasa akan hidup dengan diabetes pada 2050—setara 853 juta jiwa, atau meningkat 46% dari kondisi saat ini.
Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah dengan beban tinggi, termasuk Indonesia. Lebih dari 20 juta penduduk Indonesia hidup dengan diabetes melitus, dan jumlah tersebut diperkirakan mencapai 28,6 juta pada 2045 jika tidak ada upaya pencegahan yang optimal.
Pada 2022, terdapat 41.814 kasus diabetes tipe 1 di Indonesia, dengan 13.311 pasien berusia di bawah 20 tahun.
Temuan ini menunjukkan bahwa diabetes semakin mengancam populasi muda. Sementara itu, laporan IDF 2025 menyebut sekitar 90% penderita diabetes merupakan tipe 2, yang kuat dipengaruhi gaya hidup.
“Diabetes bukan hanya soal gula, tetapi penyakit yang merusak pembuluh darah di seluruh tubuh. Kerusakan inilah yang memicu gangguan pada berbagai organ,” jelas dr. Deasy dari Primaya Hospital PGI Cikini.
Baca Juga: AC Saja Tidak Cukup! Sharp Edukasi Pentingnya Dehumidifier untuk Kesehatan
Apa Itu Diabetes dan Gejalanya
Diabetes adalah penyakit metabolik yang ditandai meningkatnya kadar gula darah akibat resistensi insulin atau gangguan produksi insulin oleh pankreas.
Hormon insulin berperan penting mengatur metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kondisi ini dapat dialami siapa saja—dari bayi, anak, remaja, hingga dewasa—terutama bila memiliki faktor genetik.
Gejala klasik yang perlu diwaspadai dikenal dengan istilah 3P:
• Poliuria (sering buang air kecil),
• Polidipsi (sering haus),
• Polifagi (sering lapar).
Gejala ini muncul karena tubuh tidak mampu memanfaatkan glukosa dengan optimal.
Baca Juga: Lewat Serenity Central City, Central Group Sulap Sekupang Jadi Destinasi Kesehatan Kelas Dunia
Kasus pada Usia Muda Terus Bertambah
Lebih lanjut, dr. Deasy mengungkapkan dirinya pernah menangani pasien berusia 27 tahun yang sudah mengidap diabetes tipe 2.
Ini menunjukkan bahwa kurang aktivitas fisik, konsumsi gula dan lemak berlebih, serta stres turut mempercepat munculnya diabetes pada usia muda.
“Risikonya besar karena komplikasi bisa terjadi ketika mereka berada di usia produktif,” tuturnya, menerangkan.
Pada kelompok usia muda, diabetes dapat muncul dalam beberapa bentuk:
Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) akibat faktor autoimun atau idiopatik,
Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) terkait genetik dan gaya hidup,
Diabetes tipe monogenik seperti MODY dan diabetes neonatal akibat kelainan gen tunggal.
Faktor risiko diabetes dibagi menjadi yang tidak dapat diubah (usia, keturunan) dan yang dapat dikendalikan seperti berat badan, pola makan, merokok, hipertensi, serta aktivitas fisik.
Baca Juga: Gandeng MEDRiNG, Living Lab Ventures Hadirkan Layanan Kesehatan Global di BSD City
Skrining dan Pengendalian Diabetes
dr. Deasy mengatakan, diabetes memang tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan. Karena itu skrining penting agar tanda awal dapat terdeteksi lebih cepat.
“Di Primaya Hospital, skrining dilakukan melalui pemeriksaan penyakit dalam, laboratorium, serta edukasi gaya hidup sehat untuk mencegah dan mengontrol komplikasi jangka panjang,” tambahnya.
Pencegahan diabetes dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti:
• Mengatur pola makan bergizi seimbang,
• Menjaga berat badan ideal,
• Berolahraga rutin minimal 150 menit per minggu tanpa jeda lebih dari dua hari,
• Tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol,
• Memantau kadar gula darah secara berkala.
“Menjaga kesehatan bukan hanya berobat ketika sakit, tetapi memastikan tubuh tetap seimbang melalui kebiasaan sehat setiap hari sebagai investasi jangka panjang,” tutup dr. Deasy.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News











