Beranda Pasar Properti Pasokan Stagnan, Strategi Rightsizing Banyak Dipakai Tenant Perkantoran di CBD Jakarta

Pasokan Stagnan, Strategi Rightsizing Banyak Dipakai Tenant Perkantoran di CBD Jakarta

Kendati transaksi sewa tetap aktif dalam tiga bulan terakhir, namun secara kuartalan tingkat serapan bersih ruang perkantoran di kawasan CBD Jakarta mengalami sedikit penurunan.

142
0
Kawasan Perkantoran CBD Jakarta Pusat realestat.id dok
Kawasan Perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: realestat.id)
Google search engine

RealEstat.id (Jakarta) – Pasar perkantoran di kawasan CBD Jakarta tidak mengalami penambahan gedung baru sepanjang Kuartal II 2025, sehingga total pasokan kumulatif tetap stabil di angka 7,45 juta meter persegi.

Ketiadaan pasokan baru ini mencerminkan kondisi yang stagnan, yang justru memberikan peluang bagi pasar untuk menyerap ruang kosong yang ada dengan harga sewa yang kompetitif.

“Akibatnya, proyek baru ruang perkantoran di CBD Jakarta diperkirakan masih akan nihil hingga akhir tahun,” tutur Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia.

Baca Juga: Tren Flight-to-Quality di Pasar Perkantoran CBD Jakarta

Dari sisi lokasi, konsultan real estat, Leads Property mencatat, koridor Jenderal Sudirman dan SCBD tetap mendominasi pasar, dengan kontribusi gabungan hampir 40% dari total pasokan perkantoran di CBD Jakarta.

“Posisi ini diikuti oleh kawasan Rasuna Said dan Gatot Subroto yang masing-masing menyumbang 16% dan 15%,” terang Martin.

Kendati transaksi sewa tetap aktif dalam tiga bulan terakhir, namun secara kuartalan tingkat serapan bersih ruang perkantoran di kawasan CBD Jakarta mengalami sedikit penurunan.

“Meskipun minat untuk pindah ke gedung dengan kualitas lebih baik dan lokasi yang lebih strategis masih tinggi, kondisi ini diimbangi oleh tren kerja hybrid yang masih berlangsung, sehingga ukuran relokasi cenderung lebih kecil karena perusahaan lebih mengutamakan efisiensi,” jelasnya.

Baca Juga: Tenant Makin Peduli ESG, Pasar Perkantoran Hijau Tumbuh Stabil di CBD Jakarta

Strategi rightsizing—untuk menyesuaikan kebutuhan ruang dan tenaga kerja agar lebih efisien—semakin menegaskan bahwa para penyewa tidak selalu mengambil ruang lebih luas, melainkan lebih memprioritaskan kualitas ruang yang lebih baik dan optimalisasi penggunaannya.

Hal ini mengakibatkan serapan bersih ruang perkantoran CBD Jakarta secara kuartalan mencapai 16.355 meter persegi, dengan permintaan yang terutama didorong oleh sektor teknologi informasi, perbankan, serta minyak dan gas.

Menurut Martin, membaiknya tingkat serapan ruang, minat yang konsisten terhadap gedung perkantoran premium dan Grade A—yang didorong oleh kebutuhan penyewa yang terus berkembang—memegang peran penting dalam membentuk sentimen pasar perkantoran komersial.

Hal ini mendorong tingkat okupansi pasar CBD Jakarta secara keseluruhan tetap berada di jalur positif, yakni mencapai 72,8% pada kuartal II 2025, meningkat tipis sebesar 0,22 poin persentase dibanding kuartal sebelumnya.

Baca Juga: Stok Perkantoran di CBD Jakarta Mandek, Green Office Makin Diminati

“Ketiadaan pasokan baru diperkirakan akan mendorong angka okupansi ini mendekati 73% pada akhir tahun,” paparnya.

Berdasarkan data Leads Property, harga perkantoran strata di kawasan CBD Jakarta mengalami sedikit penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya, dan tercatat sebesar Rp55.660.500 per meter persegi (setara dengan USD3.370).

Sementara itu, pergerakan perkantoran sewa yang positif terus berlanjut pada kuartal II 2025, didukung oleh dinamika pasar yang kondusif, meskipun dengan laju yang lebih lambat.

Rata-rata sewa kotor tercatat sebesar Rp333.400 per meter persegi per bulan, atau meningkat 0,6% secara kuartalan.

Baca Juga: Hingga 2028, Pasokan Ruang Perkantoran di Jakarta Bertambah 352.000 Meter Persegi

Koridor bisnis yang memiliki konsentrasi tinggi gedung perkantoran Grade A dan Premium serta akses transportasi publik yang baik mengalami kenaikan sewa yang signifikan, terutama karena keterbatasan ruang yang masih tersedia.

Namun, meski tercatat kenaikan 0,6% secara kuartalan dalam mata uang lokal, sewa perkantoran mengalami penurunan 0,4% secara kuartalan dalam denominasi dolar AS menjadi USD 20,2 per meter persegi per bulan pada kuartal II 2025.

“Hal ini disebabkan oleh pelemahan nilai tukar Rupiah yang dipengaruhi oleh ketegangan perdagangan global dan arus keluar modal, yang berdampak negatif terhadap nilai tukar Rupiah,” tutup Martin.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News