Beranda Pasar Properti Tarif Hotel Bintang 4 di Jakarta Masih Terlalu Rendah, Idealnya Berapa?

Tarif Hotel Bintang 4 di Jakarta Masih Terlalu Rendah, Idealnya Berapa?

Konsultan real estat, Leads Property menyebut, terjadi kesenjanganan yang lebar antara tarif rata-rata Hotel Bintang 5 dengan Bintang 4 di Jakarta.

848
0
Pasar Perhotelan Hotel Jakarta Jabodetabek Kuartal I II III IV 2025 2026 2027 realestat.id dok
Foto: Dok. Realestat.id
Google search engine

RealEstat.id (Jakarta) – Pasokan kamar hotel di Jakarta hingga akhir Kuartal I 2025 lalu mencapai angka 56.800 unit, di mana mayoritas terkonsentrasi di Jakarta Pusat serta pusat bisnis alias central business district (CBD).

Hotel Bintang 3 masih menyumbang pasokan terbanyak dengan kontribusi 37%, sementara Bintang 4 memasok 35% dan Bintang 5 hanya berkontribusi 28%.

Menukil data konsultan real estat, Leads Property, di tiga bulan pertama 2025, tarif harian rata-rata (average daily rate/ADR) hotel di Jakarta berkisar Rp1.630.000.

Average Daily Rate Hotel Bintang 3 berkisar Rp486.000 per kamar per malam, Hotel Bintang 4 berkisar Rp666.000 per kamar per malam, sedangkan Hotel Bintang 5 bisa mencapai Rp2,5 juta per kamar per malam.

Baca Juga: Andalkan Kekuatan Brand, Kinerja Hotel Bintang 5 di Jakarta Membaik

Menurut Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia, terjadi kesenjanganan tarif yang lebar antara Hotel Bintang 5 dengan Bintang 4.

“Tarif rata-rata hotel Bintang 4 di Jakarta terlihat masih terlalu rendah. Idealnya, tarif rata-rata berkisar di atas Rp1 jutaan,” paparnya.

Martin menjelaskan, di triwulan pertama lalu, rata-rata tingkat hunian (occupancy rate) hotel di Jakarta mencapai 53,4%.

“Occupancy rate hotel Bintang 5 di menjadi yang tertinggi dengan angka 57%. Sedangkan, occupancy rate hotel Bintang 4 dan Bintang 3 masing-masing berkisar 53% dan 51%,” ungkapnya.

Baca Juga: Efisiensi Anggaran Pemerintah Berimbas Signifikan Bagi Industri Perhotelan di Jakarta

Leads Property mencatat, dalam setahun terakhir pasokan kamar hotel di Jakarta bertambah 697 unit. Kawasan CBD masih menyumbang pasokan terbesar dengan 495 kamar baru (66%).

Martin menjelaskan, dalam tiga bulan pertama 2025, tingkat hunian hotel di Jakarta mengalami penurunan rata-rata sebesar 17%.

“Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) selama bulan Ramadan,” katanya.

Sementara itu, rata-rata tarif harian (ADR) hotel di Jakarta mengalami kenaikan sebesar 8% dibandingkan kuartal pertama tahun 2024. Peningkatan ini didorong oleh kinerja positif dari hotel-hotel bintang 5 dan bintang 4.

Baca Juga: Pasar Perhotelan Jakarta Masih Menjanjikan, Bintang 5 Kian Menjamur di Kawasan Suburban

Jika kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dalam hal perjalanan dinas dan kegiatan rapat kerja terus diberlakukan tanpa adanya stimulus baru, performa hotel bintang 3 dan 4 yang bergantung pada pasar MICE diperkirakan akan terus mengalami tekanan.

“Situasi ini berpotensi memicu terjadinya perang harga antar pelaku industri perhotelan di segmen tersebut,” terang Martin Samuel Hutapea.

Ke depan, imbuhnya, pengembangan hotel stand-alone di Jakarta diproyeksikan akan lebih terfokus pada segmen bintang 3.

“Sementara itu, pembangunan hotel bintang 4 dan 5 cenderung bergeser ke dalam proyek-proyek mixed-use di kawasan CBD Jakarta, di mana keberadaan hotel menjadi pelengkap yang meningkatkan daya tarik dan nilai jual keseluruhan proyek properti,” tuturnya.

Baca Juga: Ibu Kota Pindah ke IKN, Ini yang Akan Terjadi Pada Bisnis Perhotelan di Jakarta

Lebih lanjut, Martin menjelaskan, hotel-hotel dengan merek global ternama masih akan terus hadir di Jakarta, khususnya yang berlokasi di dekat pusat aktivitas bisnis maupun destinasi rekreasi utama.

Seiring meningkatnya tren pengembangan kawasan terpadu (mixed-use development), sejumlah hotel baru diprediksi akan bermunculan di titik-titik transportasi strategis seperti Dukuh Atas, Halim, Soekarno-Hatta, Blok M, dan kawasan berorientasi transit (TOD) lainnya.

Di sisi lain, lonjakan pasokan hotel di segmen upper-upscale dan luxury juga menimbulkan fenomena “flight to quality”, di mana hotel-hotel baru menawarkan fasilitas dan pengalaman yang lebih unggul dibandingkan hotel lama yang belum mengalami pembaruan.

“Dalam menghadapi tren ini, hotel bintang 5 di Jakarta diprediksi akan terus melakukan revitalisasi sebagai strategi utama untuk mempertahankan daya saing di pasar yang semakin kompetitif,” pungkasnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News