Beranda Pasar Properti Pasar Ritel Jakarta Tetap Tangguh, Okupansi Tembus 90% di Tengah Persaingan Ketat

Pasar Ritel Jakarta Tetap Tangguh, Okupansi Tembus 90% di Tengah Persaingan Ketat

Memasuki 2026, pasar ritel Jakarta masih terlihat cukup stabil, di mana pasokan kumulatif pusat perbelanjaan berada di kisaran 3,5 juta m², tanpa tambahan signifikan sepanjang tahun.

193
0
Pusat Belanja Perbelanjaan Pasar Ritel Mal Jabodetabek Jakarta Surabaya Kuartal I II III IV 2025 2026 2027 Realestat.id dok1
Foto: Dok. Freepik
Google search engine

RealEstat.id (Jakarta) – Pasar ritel Jakarta di 2025 terpantau masih stabil, di mana hingga akhir Kuartal III 2025, total pasokan tercatat 3,52 juta m².

Leads Property mencatat, sebagian besar pasokan berada di kawasan Non-CBD. Hal ini mencerminkan tingginya pembangunan mal dan pusat ritel yang lebih dekat dengan kawasan permukiman dan jalur komuter.

Data yang dihimpun konsultan properti ini menyebut, pada kuartal III 2025, tidak ada tambahan pasokan baru ruang ritel di Ibu Kota, sehingga struktur suplai relatif stabil dan membuat persaingan ruang ritel lebih ketat.

“Sementara itu, tingkat hunian ritel Jakarta naik menjadi 90,4%, meningkat 0,15 poin dibandingkan kuartal sebelumnya,” tutur Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia.

Menurutnya, kenaikan ini menegaskan bahwa minat ekspansi tenant tetap kuat, meskipun kondisi ekonomi bergerak hati-hati.

Baca Juga: Tenant Global Kuasai Ritel Premium Jakarta, Kelas Menengah Bertahan dengan Strategi Baru

Pada kuartal III 2025, permintaan baru ruang ritel di Jakarta mencapai 5.460 m², di mana dua kategori yang paling aktif berekspansi adalah Food & Beverage (F&B) dan Fashion & Lifestyle.

Beberapa brand yang menambah gerai atau masuk pasar antara lain: Arabica, Bogana May May, Crystal Jade, Seek, Camper, Odiva, Secret Garden, Bimba Y Lola, Sappun, Ami Paris, dan Boss.

Ekspansi dari brand-brand global dan premium ini dinilai turut meningkatkan kualitas penyewa di berbagai pusat perbelanjaan.

Martin mengatakan, hingga akhir tahun, Jakarta diperkirakan akan kedatangan 61.300 m² pasokan baru dari beberapa proyek mal yang siap beroperasi.

Kehadiran pasokan baru ini akan memberikan warna baru pada peta persaingan, sekaligus menarik minat tenant yang membidik lokasi dengan traffic tinggi.

“Rata-rata base rental di Jakarta berada pada level Rp470.000 per m² per bulan, hanya tumbuh tipis 0,06% dibandingkan kuartal sebelumnya,” terangnya.

Sementara itu, stabilitas ini menunjukkan keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan ruang, serta sikap hati-hati dari pengembang maupun pemilik properti.

Baca Juga: Mal-mal Terkenal di Jakarta Dibanjiri Tenant, Sampai Harus ‘Waiting List’ Panjang

Martin Samuel Hutapea Leads Property realestat.id dok
Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia. (Foto: Istimewa)

Dominasi Ritel di Luar CBD Jakarta

Kinerja sektor ritel di Jakarta menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok antara kawasan CBD dan luar-CBD, di mana kawasan luar CBD menyumbang 73% dari total pasokan.

Tingkat hunian di area ini mencapai 90%, sementara base rental untuk ruang non-anchor berada di kisaran Rp420.000 per m² per bulan.

Kawasan Luar-CBD tetap juga menjadi tulang punggung pasar ritel Jakarta, karena menawarkan pusat perbelanjaan besar yang dekat dengan permukiman, serta memiliki trafik segmen keluarga yang tinggi.

Di sisi lain, CBD Jakarta memberikan kontribusi 27% terhadap total pasokan ritel, dengan tingkat hunian sedikit lebih tinggi yakni 91%.

Adapun tarif sewa dasar (non-anchor) di kawasan premium ini mencapai Rp586.000 per m² per bulan, mencerminkan tingginya permintaan serta nilai strategis lokasi yang berada di pusat bisnis utama Jakarta.

CBD tetap menjadi kawasan dengan tarif sewa tertinggi karena lokasinya yang strategis, basis pengunjung premium, serta keberadaan mal-mal yang terintegrasi dalam mixed-use development—perkantoran, apartemen, dan hotel.

Baca Juga: Sempat Diterpa Isu Daya Beli, Okupansi Ruang Ritel Jakarta Capai 90%

Pasar Ritel Jakarta 2026: F&B Jadi Motor Penggerak

Memasuki 2026, pasar ritel Jakarta masih terlihat cukup stabil, di mana pasokan kumulatif pusat perbelanjaan berada di kisaran 3,5 juta m², tanpa tambahan signifikan sepanjang tahun.

“Meski begitu, tingkat hunian terus menguat dan kini berada di level 91% – 92%, menandakan permintaan yang solid dari pelaku usaha,” tutur Martin Samuel Hutapea.

Berdasarkan data Leads Property, harga sewa ritel juga bertahan stabil pada kisaran Rp470.000 – Rp475.000 per m² per bulan, memperlihatkan kondisi pasar yang sehat dan terkendali.

Segmen food & beverage (F&B) diprediksi kembali menjadi motor utama pertumbuhan ritel. Konsep F&B unik—baik dari dalam maupun luar negeri—terus menarik perhatian konsumen.

Baca Juga: Konsep Ritel Semi-Outdoor Lifestyle, Solusi di Tengah Lesunya Pasar Properti Jakarta

Umumnya, brand-brand ini hadir dengan spesialisasi menu yang kuat serta ukuran gerai yang lebih kecil sehingga operasional lebih efisien.

“Menariknya, banyak pemain F&B memilih berkembang di luar pusat perbelanjaan, memanfaatkan lokasi-lokasi yang menawarkan fleksibilitas lebih baik, baik dalam jam operasional maupun desain interior,” terangnya.

Lebih lanjut, Martin mengungkapkan, salah satu tren yang terus naik daun adalah konsep retail compound, yakni kawasan ritel terbuka dengan penataan modern.

Model ini diminati karena:
• Biaya konstruksi lebih terjangkau dibandingkan mal tradisional.
• Operasional dan pemeliharaan lebih efisien, sehingga memberikan return lebih baik bagi pengembang.

“Ke depan, retail compound dengan konsep yang kuat dan mampu memberikan pengalaman (experience) unik diperkirakan akan mengungguli mal konvensional, khususnya di segmen menengah–bawah,” urainya.

Baca Juga: Pusat Ritel Jakarta Perlu Angkat Tema Menarik Sebagai Point of Attraction

Di sisi lain, pusat perbelanjaan modern di segmen menengah-atas dan premium diprediksi masih menjadi pilihan utama bagi tenant berkualitas, terutama yang menawarkan konsep lifestyle.

Martin menerangkan, para pengunjung kini mencari pengalaman yang tidak hanya sekadar berbelanja, tetapi juga hiburan dan gaya hidup.

Menurutnya, mal-mal yang berada di kawasan Central Business District (CBD) dan menjadi bagian dari mixed-use development terbukti lebih sukses.

“Mal jenis ini tidak hanya bergantung pada pengunjung eksternal, tetapi memiliki basis pengunjung tetap dari perkantoran, apartemen, hingga hotel di sekitarnya,” katanya.

Sementara, ritel asal China semakin banyak memasuki pasar Indonesia, mulai dari kategori F&B hingga general merchandise.

Baca Juga: Persaingan Ketat, Pusat Perbelanjaan di Jakarta Harus Lebih Proaktif. Begini Caranya!

Mereka tidak hanya mengisi ruang di pusat perbelanjaan, tetapi juga aktif masuk ke ruko-ruko di kota besar.

“Namun demikian, sebagian brand asal China ini masih menjalankan strategi test market, sehingga keberlanjutan mereka di Indonesia belum sepenuhnya dapat dipastikan,” jelas Martin.

Di lain pihak, perilaku anchor tenant dan big box retailer juga mulai bergeser. Mereka kini lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi dan cenderung menghindari pembukaan gerai berukuran besar—umumnya di bawah 1.500 m²—untuk mengoptimalkan efisiensi operasional.

Tren lain yang berkembang adalah pemanfaatan lahan idle menjadi pusat olahraga sementara, seperti lapangan padel atau pickleball, yang dipadukan dengan kafe outdoor serta gerai ritel kecil.

Proyek semacam ini biasanya bersifat temporary retail, tetapi terbukti mampu menarik trafik dan meningkatkan vibrasi kawasan.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

5 × 4 =