RealEstat.id (Jakarta) – Beberapa pengaduan warga masyarakat yang menjadi debitur KPR mendapat tanggapan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Salah satu persoalan yang mereka sampaikan adalah tidak selesainya sertifikat tanah dari rumah yang dibeli lewat fasilitas KPR (kredit pemilikan rumah).
Para konsumen ini semula merasa yakin bahwa membeli rumah lewat fasilitas KPR akan terjamin kepastian penyelesaian sertifikatnya, namun ternyata malah dibuat kecewa.
Bayangkan saja, selama bertahun-tahun mereka melunasi angsuran KPR, tetapi sertifikat rumah milik mereka ternyata belum selesai juga.
Baca Juga: Tanah Sitaan untuk Bangun Perumahan Rakyat, Bagaimana Aturan Hukumnya?
Kendala Penyelesaian
Dalam praktik penyaluran KPR sampai saat ini, masih relatif banyak sertifikat tanah yang dibeli melalui fasilitas KPR belum selesai.
Jika dicermati lebih jauh, sampai saat ini tidak ada bank penyalur KPR yang memberi jaminan penyelesaian sertifikat tanah milik debitur KPR.
Lembaga perbankan, terutama bank konvensional, masih berpatokan pada hubungan hukum yang terjadi antara bank dan debitur KPR adalah hubungan hukum pinjam meminjam, bukan hubungan hukum jual beli.
Sementara itu, debitur KPR memiliki harapan bank pemberi fasilitas KPR juga dapat memberikan jaminan penyelesaian sertifikat rumah KPR.
Baca Juga: Abai Lindungi Data Pribadi Konsumen Properti, Ini Ancaman Sanksinya!
Banyak faktor yang menyebabkan kendala dalam penyelesaian sertifikat rumah KPR. Ada yang disebabkan karena masalah teknis yaitu terkait kelengkapan persyaratan dan langkah prosedural yang harus ditempuh.
Misalnya, debitur tidak berhasil dijumpai untuk penandatanganan kembali Akta Jual Beli (AJB) atau debitur sudah meninggal dunia.
Contoh lain yang terjadi seperti realisasi KPR dilakukan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tetapi beban pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pajak penghasilan (PPh) belum dibayar.
Namun ada juga yang disebabkan karena masalah hukum. Masalah hukum terjadi atas objek hak atas tanah proyek perumahan.
Proyek perumahan yang sudah dibangun dan direalisasikan KPR-nya, dituntut oleh mereka yang mengaku pemilik.
Baca Juga: Mitigasi Risiko Sertifikat Tanah Elektronik dalam Bisnis Properti
Mereka merasa dirugikan karena objek tanahnya dikuasai oleh pengembang atau dapat pula disebabkan karena ganti rugi pembebasan tanah dari pengembang belum lunas.
Permasalahan hukum juga terjadi karena hak atas tanah proyek perumahan dijadikan objek jaminan kredit modal kerja konstruksi pada bank yang berbeda dengan bank penyalur KPR.
Permasalahan hukum lain yang ditemukan adalah lokasi proyek perumahan ini berada di jalur hijau. Tanah yang berada di jalur hijau tidak boleh dibangun proyek perumahan.
Lho, kok bisa hal ini terjadi? Meskipun pengembang (developer) mengantongi izin mendirikan bangunan, ternyata perizinan itu terbit tidak sesuai prosedur, sehingga keberadaannya asli tapi palsu, alias ‘aspal’.
Permasalahan hukum yang terjadi cenderung tidak dapat diselesaikan secara cepat. Terdapat banyak kepentingan pihak lain yang merasa terganggu.
Baca Juga: Tiga Cara Mencegah Terjadinya Sengketa Tanah
Penyelesaiannya pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jangka waktu yang panjang, dan memerlukan upaya hukum dari advokat yang profesional.
Masalah hukum ini muncul akibat lemahnya langkah mitigasi risiko hukum. Di banyak kasus, perolehan hak atas tanah oleh developer tidak dahului dengan langkah legal audit.
Developer menunda penyelesaian sertifikat tanah rumah KPR dapat disebabkan karena tekanan cash flow untuk melaksanakan pembangunan perumahan.
Penyelesaian sertifikat tidak dipandang sebagai skala prioritas untuk segera diselesaikan. Bisa jadi hal ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran atas adanya potensi risiko yang muncul.
Padahal, sertifikat tanah rumah KPR yang belum diidentifikasi sebagai risiko hukum dapat berakibat fatal.
Baca Juga: Bagaimana Status Tanah dari Rumah yang Masih Dalam Cicilan KPR?
Bisa Jadi Bumerang
Pengembang yang menunda penyelesaian proses balik nama sertifikat tanah ke atas nama pembeli rumah KPR dapat menjadi bumerang.
Mereka bisa menjadi rugi sendiri karena beban biaya yang bertambah akibat adanya kenaikan beban pajak setiap tahunnya.
Bank mitra developer juga akan menunda pemberian fasilitas KPR kepada calon pembeli rumah-rumah berikutnya, karena developer dinilai tidak bertanggungjawab.
Tuntutan hak secara pidana terkait sertifikat tanah atas rumah KPR yang tidak selesai bisa merembet kemana-mana.
Persoalannya menjadi tidak sederhana lagi dan akan semakin kompleks saat ditangani aparat penegak hukum dalam proses pidana.
Baca Juga: Pengembang Dinyatakan Pailit, Cicilan KPR Otomatis Lunas?
Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dapat berkembang pada munculnya peletakan sita atas hak atas tanah lokasi perumahan dan munculnya potensi tindak pidana baru seperti tindak pidana perbankan.
Tindak pidana perbankan agar menyasar kepada internal bank. Pemeriksaan dalam penyelidikan akan mengarah kepada ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam proses pemberian dukungan KPR serta dukungan fasilitas kredit modal kerja konstruksi yang diberikan bank.
Keadaan ini pasti akan membuat bank yang memberikan dukungan kredit menjadi tidak nyaman. Bank akan mengevaluasi bahkan menghentikan hubungan kerja sama dengan developer.
Biaya dan jangka waktu penyelesaian sertifikat yang semula murah dan cepat akhirnya menjadi mahal dan lama karena adanya permasalahan hukum.
Mahalnya biaya disebabkan karena permasalahan ini sudah tidak semata menjadi persoalan penunaian janji yang tidak ditetapi, tetapi juga adanya kepentingan publik yang terganggu.
Baca Juga: Waspada! Ini 5 Faktor Penyebab Sengketa Tanah Dalam Bisnis Properti
Terlebih lagi apalagi mereka yang menderita kerugian atas tidak selesainya tanah rumah KPR bukan hanya satu orang tetapi sudah banyak orang. Tindak pidana yang terjadi bukan semata hanya delik aduan tetapi sudah menjadi delik umum.
Memperhatikan besarnya risiko yang muncul akibat belum diselesaikannya sertifikat tanah rumah KPR maka pengembang sebaiknya jangan menunda untuk menyelesaikan sertifikat tanah rumah KPR.
Penyelesaian sertifikat tanah rumah KPR perlu mendapat skala prioritas utama. Benar seperti kata bijak, “Don’t wait till tomorrow what you can do to day.” Jangan tunggu sampai besok apa yang memang Anda bisa dikerjakan hari ini.
Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH, MH.
Penulis adalah Director Vox Law, Praktisi Hukum Properti dan Perbankan yang berdomisili di Jakarta. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News