Beranda Kolom Pelaku Usaha Patut Waspada Praktik Bullying Merek Dagang, Ini Sebabnya!

Pelaku Usaha Patut Waspada Praktik Bullying Merek Dagang, Ini Sebabnya!

Praktik bullying merek dagang (trademark bullying) umumnya dilakukan pemilik merek dagang terkenal untuk menghentikan aktivitas pesaing yang lebih kecil karena dianggap mengancam merek miliknya.

248
0
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil Opini Kolom realestat.id dok
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Google search engine

RealEstat.id (Jakarta) – Pelaku usaha—terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)—perlu berhati-hati dan segera melindungi merek dagangnya.

Pasalnya, merek dagang sejatinya bukan sekadar sebagai penanda dan pembeda produk dan jasa, namun juga berfungsi sebagai pembentuk image, reputasi, serta menunjuk kepada indikator kualitas tertentu.

Trademark Bullying

Dalam beberapa kasus merek yang berlangsung di pengadilan niaga terdapat praktik bullying merek dagang (trademark bullying).

Praktik ini umumnya dilakukan pemilik merek dagang terkenal yang berupaya menghentikan aktivitas pesaing atau merek yang lebih kecil karena dianggap dapat mengancam merek miliknya.

Baca Juga: Menunda Sertifikat Rumah KPR Bisa Jadi Bumerang Buat Pengembang

Praktik bullying merek dagang ini dilakukan dengan mendayagunakan hukum sebagai instrumen secara berlebihan.

Mereka melakukannya dengan cara memberikan somasi atau teguran secara tertulis. Bersamaan dengan itu menekan pemilik merek untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.

Dalam hal pesaing tetap menghiraukannya maka dilakukan langkah litigasi melalui gugatan di Pengadilan Niaga.

Untuk mengintimidasi mereka mengajukan klaim secara tidak wajar, meskipun tanpa dasar hukum yang kuat.  

Praktik bullying merek dagang ini harus diwaspadai terutama bagi para pelaku usaha nasional, karena  korban pada umumnya adalah pemegang merek dagang usaha kecil.

Baca Juga: Tanah Sitaan untuk Bangun Perumahan Rakyat, Bagaimana Aturan Hukumnya?

Mereka dipandang lemah secara ekonomi, sehingga dinilai kurang memiliki akses melindungi merek dagangnya.

Pemilik merek terkenal menekan agar mereka berhenti beroperasi atau mengubah merek dagangnya.

Sengketa Merek

Menarik untuk disimak sengketa yang terjadi pada tahun 2010 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sengketa merek berlangsung antara perusahaan asing Six Continents Hotel Inc pemilik hotel merek Holiday Inn dan Holiday Inn Resort melawan PT Lombok Seaside pemilik hotel merek Holiday Resort Lombok.

Merek Holiday Inn terdaftar di Indonesia sejak 29 Januari 1987 dan Holiday Inn Resort terdaftar sejak 29 September 1994. Keduanya terus memperbaharui untuk melindungi merek jasa di bidang hotel.

Baca Juga: Abai Lindungi Data Pribadi Konsumen Properti, Ini Ancaman Sanksinya!

Sementara itu, Holiday Resort Lombok adalah sebuah hotel lokal di Lombok Indonesia. Merek Holiday Resort Lombok terdaftar sejak tanggal 28 Maret 2007.

Gugatan ini berlangsung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan register perkara no.41/Merek/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Pemilik hotel Holiday Inn menggugat pemilik hotel Holiday Resort Lombok atas dugaan pelanggaran merek.

Penggugat mengklaim bahwa nama “Holiday Resort” dapat membingungkan konsumen serta merusak citra dan reputasi merek internasionalnya. PT Lombok Seaside dinilai hanya mendompleng ketenarang merek Six Continent Hotel Inc.

Perkara ini akhirnya diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan menolak gugatan dari penggugat.

Baca Juga: Waspada Modus ‘Soceng’, Agar Uang Anda di Bank Tidak Terkuras!

Pihak Holiday Inn tidak puas dengan putusan pengadilan tersebut sehingga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi tersebut.

Mahkamah Agung RI sependapat dengan Pengadilan Niaga. Kata ‘holiday‘ atau ‘liburan’ merupakan kata yang bersifat umum, sehingga bukan merupakan milik perseorangan dan setiap orang dapat menggunakannya setelah diasosiasikan dengan kata lain.

Perlindungan Hukum

Pelaku usaha kecil penting untuk segera melindungi merek dagangnya. Pemegang merek dagang perlu memahami hukum merek dagang yang berlaku. Sehingga mereka dapat membedakan antara klaim yang sah dan yang tidak wajar.

Dalam hal terjadi tuntutan hak, maka pemilik merek dagang diharapkan dapat menyelesaikan sengketanya secara non litigasi atau mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR).

Baca Juga: Mitigasi Risiko Sertifikat Tanah Elektronik dalam Bisnis Properti

Mekanisme ADR adalah metoda penyelesain sengketa di luar pengadilan dengan bantuan pihak ketiga yang netral seperti mediasi atau arbitrase.

Proses ini menawarkan alternatif penyelesaian yang lebih cepat, lebih murah, dan terkadang lebih fleksibel.

Pemilik dagang dapat mengajukan tuntutan hak kembali, dalam hukum perdata dikenal adanya gugatan balik (rekonvensi).

Dalam gugatan balik ini disebutkan bahwa dasar gugatan itu tidak beralasan dan selanjutnya meminta ganti rugi atas adanya tuntutan hak itu.

Dan yang lebih mendasar dalam melindungi merek dagang adalah dengan mendaftarkannya, sehingga memberikan perlindungan hukum bagi pemiliknya.

Baca Juga: Tiga Cara Mencegah Terjadinya Sengketa Tanah

Dari sengketa yang terjadi perlu disadari adanya praktik bullying merek dagang yang dilakukan pemilik merek dagang terkenal.

Korporasi besaŕ biasanya menggunakan kekuatan hukum untuk membatalkan merek milik pelaku usaha kecil.

Oleh karena itu jangan abai, gunakan Konsultan Hukum berpengalaman untuk membantu. Waspadalah!

Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH, MH.

Penulis adalah Senior Associate Vox Lawyer, Advokat dan Konsultan Hukum yang berdomisili di Jakarta. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

20 + 8 =